Judul Buku : Orang-Orang Negro
Pengarang : Jean Gennet
Harga : Rp 25.000 [belum ongkos kirim]
Kondisi : Stok Lama [Bagus]
Penerbit : Yayasan Aksara Indonesia
Tersedia
Dibandingkan Ionesco maupun Becket, di republik
ini Jean Genet adalah uap di kaca jendela. Padahal ia merupakan salah seorang
dramawan besar Perancis yang paling fenomenal. Tak kurang Sartre, Cocteau,
Salacrou, Derrida dan Foucault mengakuinya.
Dia lahir 19 Desember 1910 di Paris. Tanpa mengenal ayahnya, Genet dipelihara
di sebuah rumah yatim piatu. Di usia belasan ia telah berjabat tangan dengan
dunia kriminal yang membawanya ke ruang pengap panti rehabilitasi di Mettray.
Tahun 1930 ia lari dan menggelandang di pelabuhan-pelabuhan Eropa, bergaul
dengan pelaut dan turis dalam jalinan homoseksual. Ia juga mengemis dan mencuri
sehingga banyak berurusan dengan polisi. Namun, di penjara pula ia menujukkan
dirinya. Pertama-pertama sebagai estetikus, kemudian lewat magnum opus-nya
Notredame des fleurs –seperti yang ditulis Sartre dalam kata pengantar novel
besar itu– ia dibaptis menjadi seniman. Lewat karya-karyanya yang kebanyakan
ditulis di penjara, Genet mendetoksikasi dirinya sendiri dan masuk ke dunia
luar. Ia tidak puas dengan hanya memberikan pengobatan, tetapi
mengkonkretkannya. Dalam roman biografinya Journal du voleur (1949) diungkapkan
alasan perjalanan hidupnya yang kelam, yang selalu bersentuhan dengan dunia
hitam. Tumbuh di luar keluarga normal, Genet merasa ditinggalkan oleh
keluarganya, sehingga secara wajar mendekatkannya pada dunia di luar tatanan
masyarakat. “Aku menolak dunia yang menolakku!” katanya. Ketertolakan sekaligus
penolakan itu merupakan bahasa khas orang-orang pinggiran agar tetap bertahan
hidup dan eksis. Dengan memeriahkan ketertepisan mereka, merayakannya dengan
gairah Dyonisan, membuat mereka mampu menemukan tubuh mereka sendiri, sebuah
teritorial eksklusif, tempat mereka tak lagi gemetar oleh picingan mata
orang-orang “normal”. Ketertolakan atau marginalitas itu menjadi kunci penting
untuk membaca Orang-orang Negro, karya Genet yang diterjemahkan oleh Birul
Sinariadi, alumnus Sastra Perancis UGM yang kini bekerja sebagai Direktur
Penerbitan Pabrik Tontonan, sebuah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang
tontonan yang semenjak kelahirannya mengidentikkan dirinya dengan marginalitas
Jean Genet. Orang-orang Negro dimulai dengan sebuah catatan sosiologis kelahiran
naskah drama yang dipublikasikan pertama kali tahun 1959 dan secara sukses
dipentaskan oleh Roger Blin di Teater LutSce: “Suatu malam seorang pemain
sandiwara memintaku menulis sebuah lakon yang akan dimainkan oleh orang-orang
kulit hitam. Tetapi apa itu hitam? Dan lagi warna apa itu?” (hal. 5) Dua kalimat
terakhir itu, adalah kalimat Kulit Putih yang selalu menutup hidungnya terhadap
ras berkulit hitam. Posisi ini diakui sendiri oleh Genet kemudian: “Lakon ini,
aku ulangi, ditulis oleh seorang kulit putih, ditujukan kepada penonton kulit
putih.” Tetapi, tentu saja hal itu menciptakan konflik-konflik baru. Mungkinkan
sebuah pementasan kulit hitam ditonton oleh kulit putih? Pesakitan ini kemudian
menggadangkan beberapa jalan: pertama, jika kecil sekali kemungkinannya, maka
pada pementasan di depan penonton kulit hitam, seorang kulit putih harus
diundang, laki-laki atau perempuan. Penyelenggara tontonan akan menyambutnya
secara resmi, memberinya pakaian upacara dan mengantarkannya ke tempat yang
paling disukai, di tengah deretan pertama kursi terdepan. Orang-orang bermain
untuknya. Di atas orang kulit putih itu secara simbolis sebuah lampu sorot
diarahkan padanya selama tontonan berlangsung. Kedua, apabila tidak seorang
kulit putih pun menerima pementasan ini, kepada penonton kulit hitam dibagikan
topeng-topeng kulit putih di pintu masuk. Ketiga, seandainya orang-orang kulit
hitam menolak topeng-topeng itu maka digunakan sebuah boneka.(hal. 5) Dari sini
tampak jelas sekali, Jean Genet memainkan hitam tidak berhenti kepada sosok
Negro. Kehitaman Negro adalah pintu masuk pertama, makna terdekat, untuk
kemudian bergulat secara lebih liat dengan kehitaman itu sendiri. Dunia selama
ini tersusun dalam interaksi-interaksi oposisi biner yang hirarkis: atas/bawah,
hidup/mati, gerak/diam, laki/perempuan, ordinat/subordinat, putih/hitam, di mana
kata pertama selalu superior dari kata kedua. Relasi ini oleh Marx dimasukkan
dalam kategori kerja yang mengandaikan hubungan manusia dan alam. Kategori ini
dibedakan dengan komunikasi yang berjalan di atas rel equalitas, meskipun
seperti yang diakui Marx sendiri dua kategori ini saling bias dan sulit dipilah.
Tampaknya, Orang-orang Negro dibangun di atas fondasi dua kategori ini. Genet
memulainya dengan afirmasi, pengafirmasian stereotype-stereotype Negro oleh
orang kulit putih. Terbunuhnya seorang perempuan tua kulit putih oleh seorang
Negro dianggap sebagai usaha Holocaust. Sehingga Sang Ratu Kulit Putih bersama
Pembantunya didampingi Gubernur, Misionaris, Archibald, dan Hakim ngluruk ke
Afrika (gambaran invansi Perancis ke Benua Hitam itu) untuk mengadili seluruh
Kulit Hitam. Hakim (dengan licik): “…Ia telah membunuh dengan kebencian.
Kebencian terhadap warna putih. Itu pembasmian terhadap seluruhh bangsa kami dan
membunuh kami sampai akhir zaman.” (hal. 110) Kemudian secara diam-diam dia
mengajukan negasi lewat imajinasi-imajinasi gelap, pertanyaan-pertanyaan
eksistensialis dan ontologis, serta psikologisme Jung. Ramuan ini oleh Genet
diblender sebagai senjata dekonstruksi hitam atas putih yang ia semburkan lewat
mulut Felicite, Mama Negro yang penuh wibawa dan kegagahan Dunia Ketiga.
Felicite: “Lihatlah-lihatlah Nyonya. Malam yang Anda minta, ada di sini, dan
bersama kami anak-anaknya yang mengerumuni. Mereka mengawal kejahatan untuknya.
Bagi Anda hitam adalah warna bagi para pastor, para pengiring peti jenazah dan
anak-anak yatim piatu. Tapi itu semua telah berubah. Apa yang manis, baik, ramah
dan lembut adalah hitam-juga opera, kemana pun kita pergi, hitam dalam roll roys
hitam, hormat dari raja-raja hitam, dengarkan nusik di bawah lampu-lampu kristal
hitam..” (hal. 119) Keadaan kemudian menjadi genting. Segala landasan Kehitaman
dan Keputihan di pertanyakan dan segalanya berakhir dalam sebuah puncak yang
luar biasa tragis, tetapi disajikan dengan gaya enteng, dengan iringan manuet
Don Juan. Sebuah bunuh diri yang riang. Tempat Ratu dan seluruh orang-orang
kulit putih menguliti wajah mereka sendiri dan menjadi orang yang berperan
sebagai Ratu, sebagai Gubernur, Pelayan, Archibald, Hakim. Orang-orang Kulit
Putih itu kini menjadi hitam, seperti permainan itu sendiri, seperti layar-layar
yang melatarbelakangi mereka. Hitam. Tapi jangan salah. Menjadi Hitam di sini
bukan berarti kekalahan Kulit Putih oleh Kulit Hitam, sebab pertama-pertama para
pemeran dalam naskah ini adalah Orang Hitam, yang kemudian berandai-andai
menjadi Orang Kulit Putih. Kembali kepada Hitam, bagi Genet adalah pembongkaran
dunia-dunia koruptif Kulit Putih. Inilah sebuah dunia dialektik. Sebuah drama.
Sebagaimana “uap” ini mempercayai bahwa drama adalah genre yang paling
komunikatif.”
No comments:
Post a Comment